Rabu, 01 Mei 2013

E-LEARNING


I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang semakin pesat, kebutuhan akan suatu konsep dan mekanisme belajar mengajar (pendidikan) berbasis TI menjadi tidak terelakkan lagi. Konsep yang kemudian terkenal dengan sebutan e-learning ini membawa pengaruh terjadinya proses transformasi pendidikan konvensional ke dalam bentuk digital, baik secara isi (contents) dan sistemnya. Saat ini konsep e-learning sudah banyak diterima oleh masyarakat dunia, terbukti dengan maraknya implementasi e-learning khususnya di lembaga pendidikan (sekolah, training dan universitas).Beberapa perguruan tinggi menyelenggarakan kegiatan pembelajaran elektronik sebagai suplemen (tambahan) terhadap materi pelajaran yang disajikan secara reguler di kelas (Wildavsky, 2001; Lewis, 2002). Namun, beberapa perguruan tinggi lainnya menyelenggarakan e-learning sebagai alternatif bagi mahasiswa yang karena satu dan lain hal berhalangan mengikuti perkuliahan secara tatap muka. Dalam kaitan ini, e-learning berfungsi sebagai option (pilihan) bagi mahasiswa.
Kecenderungan untuk mengembangkan e-learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran di berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan semakin meningkat sejalan dengan perkembangan di bidang teknologi komunikasi dan informasi. Infrastruktur di bidang telekomunikasi yang menunjang penyelenggaraan e-learning tidak lagi hanya menjadi monopoli kota-kota besar, tetapi secara bertahap sudah mulai dapat dinikmati oleh mereka yang berada di kota-kota di tingkat kabupaten. Artinya, masyarakat yang berada di kabupaten telah dapat menggunakan fasilitas internet.
Pemanfaatan teknologi telekomunikasi untuk kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi di Indonesia semakin kondusif dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Departemen Pendidikan Nasional (SK Mendiknas) tahun 2001 yang mendorong perguruan tinggi konvensional untuk menyelenggarakan pendidikan jarak jauh (dual mode). Dengan iklim yang kondusif ini, beberapa perguruan tinggi telah melakukan berbagai persiapan, seperti penugasan para dosen untuk (a) mengikuti pelatihan tentang pengembangan bahan belajar elektronik, (b) mengidentifikasi berbagai platform pembelajaran elektronik yang tersedia, dan (c) melakukan eksperimen tentang penggunaan platform pembelajaran elektronik tertentu untuk menyajikan materi perkuliahan.
II. PENGERTIAN DAN MANFAAT E-LEARNING
Pembelajaran elektronik atau e-learning telah dimulai pada tahun 1970-an (Waller and Wilson, 2001). Berbagai istilah digunakan untuk mengemukakan pendapat/gagasan tentang pembelajaran elektronik, antara lain adalah: on-line learning, internet-enabled learning, virtual learning, atau web-based learning.
Ada 3 (tiga) hal penting sebagai persyaratan kegiatan belajar elektronik (e-learning), yaitu: (a) kegiatan pembelajaran dilakukan melalui pemanfaatan jaringan (“jaringan” dalam uraian ini dibatasi pada penggunaan internet. Jaringan dapat saja mencakup LAN atau WAN). (Website eLearners.com), (b) tersedianya dukungan layanan belajar yang dapat dimanfaatkan oleh peserta belajar, misalnya CD-ROM, atau bahan cetak, dan (c) tersedianya dukungan layanan tutor yang dapat membantu peserta belajar apabila mengalami kesulitan (Newsletter of ODLQC, 2001). Di samping ketiga persyaratan tersebut di atas masih dapat ditambahkan persyaratan lainnya, seperti adanya: (a) lembaga yang menyelenggarakan/mengelola kegiatan e-learning, (b) sikap positif dari peserta didik dan tenaga kependidikan terhadap teknologi komputer dan internet, (c) rancangan sistem pembelajaran yang dapat dipelajari/diketahui oleh setiap peserta belajar, (d) sistem evaluasi terhadap kemajuan atau perkembangan belajar peserta belajar, dan (e) mekanisme umpan balik yang dikembangkan oleh lembaga penyelenggara.
Dengan demikian, secara sederhana dapatlah dikatakan bahwa pembelajaran elektronik (e-learning) merupakan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan jaringan (Internet, LAN, WAN) sebagai metode penyampaian, interaksi, dan fasilitasi serta didukung oleh berbagai bentuk layanan belajar lainnya (Brown, 2000; Feasey, 2001).
Manfaat pembelajaran elektronik menurut Bates (1995) dan Wulf (1996) terdiri atas 4 hal, yaitu:
(1) Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance interactivity).
(2) Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and place flexibility).
(3) Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (potential to reach a global audience).
(4) Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi pembelajaran (easy updating of content as well as archivable capabilities).
Dengan demikian diharapkan penerapan e-learning di perguruan tinggi dapat memberikan manfaat antara lain :
- Adanya peningkatan interaksi mahasiswa dengan sesamanya dan dengan dosen
- Tersedianya sumber-sumber pembelajaran yang tidak terbatas
- E-learning yang dikembangkan secara benar akan efektif dalam meningkatkan kualitas lulusan dan kualitas perguruan tinggi
- Terbentuknya komunitas pembelajar yang saling berinteraksi, saling memberi dan menerima serta tidak terbatas dalam satu lokasi
- Meningkatkan kualitas dosen karena dimungkinkan menggali informasi secara lebih luas dan bahkan tidak terbatas
III. PROGRAM E-LEARNING
Konsep keberhasilan program e-learning selain ditunjang oleh perangkat teknologi informasi, juga oleh perencanaan, administrasi, manajemen dan ekonomi yang memadai. Perlu juga diperhatikan peranan dari para fasilitator, dosen, staf, cara implementasi, cara mengadopsi teknologi baru, fasilitas, biaya, dan jadwal kegitan (Natakusumah, 2002).
Secara konsep, dosen e-learning harus mempunyai kemampuan pemahaman pada materi yang disampaikannya, memahami strategi e-learning yang efektif, bertanggung jawab pada materi pelajaran, persiapan pelajaran, pembuatan modul pelajaran, penyeleksian bahan penunjang, penyampaian materi pelajaran yang efektif, penentuan interaksi mahasiswa, penyeleksian dan pengevaluasian tugas secara elektronik. Studio pengajar perlu dikelola lebih baik dari pada ruangan kelas biasa. Dosen harus dapat menggunakan peralatan, antara lain menggunakan audio, video materials, dan jaringan komputer selama pembelajaran berlangsung. Menurut Koswara (2006) kemampuan baru yang diperlukan dosen untuk e-learning, antara lain perlu:
a. Mengerti tentang e-learning,
b. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa,
c. Mendesain dan mengembangkan materi kuliah yang interaktif sesuai dengan perkembangan teknologi baru,
d. Mengadaptasi strategi mengajar untuk menyampaikan materi secara elektronik,
e. Mengorganisir materi dalam format yang mudah untuk dipelajari,
f. Melakukan training dan praktek secara elektronik,
g. Terlibat dalam perencanaan, pengembangan, dan pengambilan keputusan,
h. Mengevaluasi keberhasilan pembelajaran, attitude dan persepsi para mahasiswanya.
Sementara itu untuk menghindari kegagalan e-learning, program-program yang perlu dikembangkan berkaitan dengan kebutuhan pengguna khususnya mahasiswa antara lain :
- Berkaitan dengan informasi tentang unit-unit terkait dengan proses pembelajaran : tujuan dan sasaran, silabus, metode pengajaran, jadwal kuliah, tugas, jadwal dosen, daftar referensi atau bahan bacaan dan kontak pengajar
- Kemudahan akses ke sumber referensi : diktat dan catatan kuliah, bahan presentasi, contoh uian yang lalu, FAQ (frequently ask question), sumber-sumber referensi untuk pengerjaan tugas, situs-situs bermanfaat dan artikel-artikel dalam jurnal online
- Komunikasi dalam kelas : forum diskusi online, mailing list diskusi, papan pengumuman yang menyediakan informasi (perubahan jadwal kuliah, informasi tugas dan batas waktu pengumpulannya.

IV. EFEKTIFITAS E-LEARNING
Program e-learning yang efektif dimulai dengan perencanaan dan terfokus pada kebutuhan bahan pelajaran dan kebutuhan mahasiswa. Teknologi yang tepat hanya dapat diseleksi ketika elemen-elemen ini dimengerti secara detil. Kenyataannya, kesuksesan program e-learning berhubungan dengan usaha yang konsisten dan terintegrasi dari mahasiswa, fakultas, falilitator, staf penunjang, dan administrator.
- Mahasiswa. Sehubungan dengan konteks pendidikan, peran utama dari mahasiswa adalah untuk belajar dengan sukses, merupakan tugas yang penting, sehingga perlu didukung oleh keadaan lingkungan yang baik, membutuhkan motivasi, perencanaan dan kemampuan untuk menganalisa dengan menggunakan instruksi atau modul yang terbaik. Ketika instruksi disampaikan pada suatu jarak tertentu, menghasilkan tantangan tambahan karena mahasiswa sering terpisah dari kebersamaan latar belakang dan interes lainnya, mempunyai hanya sedikit kesempatan untuk berinteraksi dengan dosen diluar kelas, dan harus bergantung pada hubungan teknis untuk menjembatani gap pemisah mahasiswa di dalam kelas.
- Lembaga/Universitas. Kesuksesan semua usaha e-learning bergantung juga pada tanggung jawab lembaga/universitas. Fakultas bertanggung jawab pada pemahaman materi dan pengembangan pemahaman tersebut sesuai dengan kebutuhan para mahasiswa.
- Fasilitator. Fakultas merasa lebih efisien bila berhubungan dengan fasilitator setempat yang bertindak sebagai jembatan antara mahasiswa dan fakultas. Supaya lebih efektif, seorang fasilitator harus mengerti kebutuhan para mahasiswa yang dilayani dan harapan yang diinginkan fakultas. Lebih penting lagi, fasilitator harus mengikuti arahan yang sudah ditentukan oleh fakultas. Mereka perlu menyiapkan peralatan, mengumpulkan tugas para mahasiswa, melakukan tes, dan bertindak sebagai instruktur setempat.
- Staf Penunjang. Kebayakan kesuksesan program e-learning berhubungan juga dengan penunjangan fungsi-fungsi pelayanan seperti registrasi mahasiswa, perbanyakan dan penyampaian materi kuliah, pemesanan buku teks, penjagaan copyright, penjadwalan, pemrosesan laporan, pengelolaan sumber daya teknis, dll. Staf penunjang merupakan kebutuhan utama untuk menciptakan keadaan, sehingga e-learning tetap pada jalur yang benar.
- Administrator. Meskipun administrator biasanya ikut dalam perencanaan suatu program e-learning, mereka sering kehilangan kontak dengan manajer teknis ketika program sedang beroperasi. Administrator e-learning yang efektif bukan hanya sekedar memberikan ide, tetapi perlu juga bekrjasama dan membuat konsensus dengan para pembangun, pengambil keputusan, dan pengawas. Mereka harus bekerja sama dengan personel teknis dan staf penunjang, meyakinkan bahwa sumberdaya teknologi perlu dikembangkan secara efektif untuk keperluan misi akademis kedepan. Lebih penting lagi bahwa didalam mengelola suatu akademik perlu merealisasikan bahwa kebutuhan dan kesuksesan para mahasiswa e-learning merupakan tanggung jawab utama.
V. STRATEGI E-LEARNING
Strategi penggunaan e-learning untuk menunjang pelaksanaan proses belajar, diharapkan dapat meningkatkan daya serap dari mahasiswa atas materi yang diajarkan; meningkatkan partisipasi aktif dari mahasiswa; meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa; meningkatkan kualitas materi pendidikan dan pelatihan, meningkatkan kemampuan menampilkan informasi dengan perangkat teknologi informasi, dengan perangkat biasa sulit untuk dilakukan; memperluas daya jangkau proses belajar-mengajar dengan menggunakan jaringan komputer, tidak terbatas pada ruang dan waktu. Untuk mencapai hal-hal tersebut di atas, dalam pengembangan suatu aplikasi e-learning perlu diperhatikan bahwa materi yang ditampilkan harus menunjang penyampaian informasi yang benar, tidak hanya mengutamakan sisi keindahan saja; memperhatikan dengan seksama teknik belajar-mengajar yang digunakan; memperhatikan teknik evaluasi kemajuan mahasiswa dan penyimpanan data kemajuan mahasiswa.
Materi dari pendidikan dan pelatihan dapat diambil dari sumber-sumber yang valid dan dengan teknologi e-learning, materi bahkan dapat diproduksi berdasarkan sumber dari tenaga-tenaga ahli (experts). Misalnya, tampilan video digital yang menampilkan seorang ahli mekanik menunjukkan bagaimana caranya memperbaiki suatu bagian dari mesin mobil. Dengan animasi 3 dimensi dapat ditunjukkan bagaimana cara kerja dari mesin otomotif dua langkah.
Menurut Koswara (2006) ada beberapa strategi pengajaran yang dapat diterapkan dengan menggunakan teknologi e-learning adalah sebagai berikut :
  • Learning by doing. Simulasi belajar dengan melakukan apa yang hendak dipelajari; contohnya adalah simulator penerbangan (flight simulator), dimana seorang calon penerbang dapat dilatih untuk melakukan penerbangan suatu pesawat tertentu seperti ia berlatih dengan pesawat yang sesungguhnya
  • Incidental learning. Mempelajari sesuatu secara tidak langsung. Tidak semua hal menarik untuk dipelajari, oleh karena itu dengan strategi ini seorang mahasiswa dapat mempelajari sesuatu melalui hal lain yang lebih menarik, dan diharapkan informasi yang sebenarnya dapat diserap secara tidak langsung. Misalnya mempelajari geografi dengan cara melakukan “perjalanan maya” ke daerah-daerah wisata.
  • Learning by reflection. Mempelajari sesuatu dengan mengembangkan ide/gagasan tentang subyek yang hendak dipelajari. Mahasiswa didorong untuk mengembangkan suatu ide/gagasan dengan cara memberikan informasi awal dan aplikasi akan “mendengarkan” dan memproses masukan ide/gagasan dari mahasiswa untuk kemudian diberikan informasi lanjutan berdasarkan masukan dari mahasiswa.
  • Case-based learning. Mempelajari sesuatu berdasarkan kasus-kasus yang telah terjadi mengenai subyek yang hendak dipelajari. Strategi ini tergantung kepada nara sumber ahli dan kasus-kasus yang dapat dikumpulkan tentang materi yang hendak dipelajari. Mahasiswa dapat mempelajari suatu materi dengan cara menyerap informasi dari nara sumber ahli tentang kasus-kasus yang telah terjadi atas materi tersebut.
  • Learning by exploring. Mempelajari sesuatu dengan cara melakukan eksplorasi terhadap subyek yang hendak dipelajari. Mahasiswa didorong untuk memahami suatu materi dengan cara melakukan eksplorasi mandiri atas materi tersebut. Aplikasi harus menyediakan informasi yang cukup untuk mengakomodasi eksplorasi dari mahasiswa. Mempelajari sesuatu dengan cara menetapkan suatu sasaran yang hendak dicapai (goal-directed learning). Mahasiswa diposisikan dalam sebagai seseorang yang harus mencapai tujuan/sasaran dan aplikasi menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam melakukan hal tersebut. Mahasiswa kemudian menyusun strategi mandiri untuk mencapai tujuan tersebut.
VI. DISTANCE LEARNING
Mason R. (1994) berpendapat bahwa pendidikan mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan informasi yang memungkinkan berinteraksi dan kolaborasi, bukannya gedung sekolah. Namun, teknologi tetap akan memperlebar jurang antara di kaya dan si miskin.
Bates (1995) menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi.
Romiszowski & Mason (1996) memprediksi penggunaan Computer-based Multimedia Communication (CMC) sebagai cara penyampaian materi e-learning bersifat sinkron (synchronous) dan asinkron (asynchronous). Sinkron artinya bahwa dosen dan mahasiswa berinteraksi secara waktu nyata (real time), beberapa perlatan yang menggunakan cara ini harganya relatif mahal. Penyampaian materi dengan asinkron tidak secara bersamaan, dosen menyampaikan instruksi melalui video, komputer atau lainnya, dan mahasiswa merespon pada lain waktu. Misalnya instruksi disampaikan melalui web atau dan feedback disampaikan melalui e-mail.
Dengan menggunakan pendekatan yang terintegrasi , salah satu kegiatan dosen adalah menyeleksi dengan cermat berbagai teknologi yang akan digunakan sehingga dapat memenuhi kebutuhan para mahasiswa dalam memahami materi secara efektif dan ekonomis
Dari ramalan dan pandangan para cendekiawan di atas masuknya pengaruh globalisasi, pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner, serta terkait pada produktivitas kerja “saat itu juga dan kompetitif’. Demikian juga di Indonesia arah penyerapan tenaga kerja akan ditentukan oleh kompetensi yang dibuktikan oleh sertifikat kompetensi, yang diberikan oleh penyelenggara satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi kepada peserta didik dan masyarakat yang dinyatakan lulus setelah mengikuti uji kompetensi tertentu (pasal 61 ayat 3). Dalam mengantisipasi perkembangan global dan kemajuan teknologi komunikasi, maka pendidikan jarak jauh diakomodasikan dalam sisdiknas, sebagai paradigma baru pendidikan. Pendidikan jarak jauh tersebut dapat diselenggarakan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan yang berfungsi untuk memeberi layanan pendidikan kepada kelompok masyarakat yang tidak dapat mengikuti pendidikan secara tatap muka atau regular (pasal 31 ayat 1 dan 2).
Penerapan awal e-learning di Indonesia dimulai ketika universitas terbuka (UT) muncul (dapat diakses pada alamat http://www.ut.ac.id sebagaimana dapat dilihat pada gambar 2), saat itulah e-learning dimulai. Faktor utama dalam distance learning yang selama ini dianggap masalah adalah tidak adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media internet sangat dimungkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dan siswa baik dalam bentuk real time (waktu nyata) atau tidak. Dalam bentuk real time dapat dilakukan misalnya dalam suatu chatroom, interaksi langsung dengan real audio atau real video, dan online meeting. Yang tidak real time bisa dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup, dan buletin board. Dengan cara di atas interaksi dosen dan mahasiswa di kelas mungkin akan tergantikan walaupun tidak 100%.
Bentuk-bentuk materi, ujian, kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke dalam web, seperti materi dosen dibuat dalam bentuk presentasi di web dan dapat di download oleh siswa. Demikian pula dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh dosen dapat pula dilakukan dengan cara yang sama. Penyelesaian administrasi juga dapat diselesaikan langsung dalam satu proses registrasi saja, apalagi di dukung dengan metode pembayaran online.

VII. KESIMPULAN
  • Keberhasilan e-learning ditunjang oleh adanya interaksi maksimal antara dosen dan mahasiswa, antara mahasiswa dengan berbagai fasilitas pendidikan, antara mahasiswa dengan mahasiswa lainnya, dan adanya pola pembelajaran aktif dalam interaksi tersebut.
  • Bila pembelajaran bebasis pada web, maka diperlukan adanya pusat kegiatan mahasiswa, interaksi antar kelompok, administrasi penunjang sistem, pendalaman materi, ujian, perpustakan digital, dan materi online. Dari sisi Teknologi informasi; dunia Internet memungkinkan perombakan total konsep-konsep pembelajaran yang selama ini berlaku.
  • Teknologi informasi dan telekomunikasi yang murah dan mudah akan menghilangkan batasan ruang dan waktu yang selama ini membatasi dunia pendidikan. Beberapa konsekuensi logis yang terjadi antara lain adalah: (1) Mahasiswa dapat dengan mudah mengambil matakuliah dimanapun tanpa terbatas lagi pada batasan institusi & negara; (2) Mahasiswa dapat dengan mudah berguru dan berdiskusi dengan para tenaga ahli atau pakar di bidang yang diminatinya; (3) Materi kuliah bahkan dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa tergantung pada perguruan tinggi dimana mahasiswa belajar. Berbagai peluang tersebut diatas masih menghadapi tantangan baik dari biaya, kesiapan infrastuktur teknologi informasi, masyarakat, dan peraturan yang mendukung terhadap kelangsungan e-learning.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar